Sugih tanpo bondo - Heru Anwari

Sugih tanpo bondo

Digdoyo tanpo aji

Trimah mawi pasrah

Sepi pamrih tebih ajrih

Langgeng

Tanpo susah, tanpo seneng

Anteng mantheng

Sugeng jeneng

Lirik di atas, saya kutip dari tembang Jawa karangan Raden Mas Panji Sosrokartono (10 April 1877 - 8 Februari 1952), kakak kandung dari R.A Kartini dan guru Ir. Soekarno. Liriknya selalu mengiang di benak saya, dan sering mendengar lagu ini sering dibawakan oleh Presiden Jancukers, Sujiwo Tejo.

Istilah ”Sugih Tanpo Bondo” memiliki maksud menjadi manusia yang kaya tanpa benda, yakni Pusoko Kalimosodo (Pusaka Kalimat Syahadat) yang dijadikan senjata oleh para Walisongo untuk menyebarkan ajaran Islam di nusantara yang luas ini. Makna yang menurut saya cukup mendalam dan itulah puncak dari kebahagiaan yang dicari oleh seluruh umat manusia dari zaman ke zaman.

Raden Sasrokartono adalah wartawan internasional yang mampu menguasai lebih dari puluhan bahasa. Kecerdasanya tidak diragukan oleh dunia internasional hingga ditunjuk Mmnjadi penerjemah pada tahun 1918 di PBB dan organisasi internasional lainnya.

Perjalanannya ke berbagai negara pasti mendapatkan pengalaman yang luas mengenai makna kehidupan. Ia lalu memutuskan kembali ke Indonesia alih-alih memilih menjadi orang besar dan bangsawan. Ia mencurahkan seluruh hidupnya untuk rakyat kecil.

Hal yang mendasarinya tak lain karena ia melihat berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia kala itu akhirnya ia kembali ke tengah masyarakat dan mengabdi sebagai seorang tabib penyembuhan dengan metode tradisional-spiritual menggunakan air putih yang dibacakan ayat-ayat suci Alquran. Dengan kehendak Allah Swt., ia mampu menyembuhkan masyarakat dari penyakit dan masalah yang diderita.

Kembali ke soal lirik di atas, sekilas mungkin kita mendengar seperti lantunan lagu Jawa tradisional saja, tetapi saya ingin mencoba mengajak teman-teman menyelami makna pada kata-kata yang dirangkai dari kedalaman ilmu dan pengalaman beliau.

Pesan yang tersirat dan tersuratnya tak akan lekang oleh waktu. Inilah warna putih suci yang  tak mungkin menjadi hitam. Puncak kebahagiaan yang sebenarnya manusia cari di alam semesta.

Sugih Tanpo Bondo: Kaya Tanpa Harta
Sebaris kalimat yang menghancurkan rumus pemahaman akal kebanyakan manusia di bumi ini mengenai kebahagiaan. Kita semua berpikir seseorang disebut kaya selalu karena harta; uang, rumah, tanah, sawah, mobil, dan sebagainya. Tapi kalimat itu justru mengajak kita keluar dari keterjebakan berpikir “duniawi” bahwa kaya itu tak melulu soal dengan harta.

Bukan berarti kita pasrah tak berusaha dan tidak berikhtiar. Namun rumusnya kita harus bekerja keras, semangat, akan tetapi memasrahkan hasilnya kepada Allah Swt., apa pun ketentuanya kita mesti terima.

Sebanyak apapun harta yang kita miliki, itu bukan milik kita, semuanya hanyalah titipan dan kita akan kaya bukan karena harta. Dan jika kita tak memiliki harta, kita tak terjebak pada angan-angan yang panjang. Kaya yang sesungguhnya itu letaknya di hati.

“Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah Swt. untukmu, niscaya engkau menjadi orang yang paling kaya.” (HR.Turmudzi).
“Dua rakaat shalat sunnah fajar di masjid lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya”. (HR. Muslim)

Digdoyo Tanpo Aji: Menjadi Kuat Tanpa Mantra
Menjadi kuat sakti tanpa menggunakan kekuatan dari luar diri. Tidak perlu baca mantra, hanya berzikir mengingat Allah dan meminta hanya kepada-Nya. Jika semuanya sudah dikembalikan kepada Allah, maka akan menjadikan diri kita berwibawa, kita kuat tidak bertarung bukan karena lemah.

Kita memiliki contoh yang sempurna, yakni Baginda Rasullullah Saw. Saat diletakkan pedang di lehernya, dan ditanya siapa yang menolongmu, ya Muhammad?Beliau menjawab: “Allah.”

Seketika, si pemegang pedang bergetar lemas.  Kekuatan sejati hanya Allah Swt.

Trimah Mawi Pasrah: Syukur dan sabar
Dua hal yang menjadi kunci pembuka surga. Menerima apa adanya apa kehendak Allah Swt. setelah kita mensyukuri anugrah terbesar yang ia berikan kepada kita. Waktu Waktu, tenaga, pikiran, dan anggota badan. Apa pun hasilnya yang ia berikan kita berpasrah, dengan konsep menerima dan pasrah. Syukur dan sabar. Tawakal semua diserahkan kepada Allah Swt. yang Maha Pemberi.

Sepi Pamrih Tebih Ajrih: Sepi dari pujian jauh dari rasa takut.
Sudah tidak ada lagi rumus ingin terkenal, ingin viral, ingin dipuja. Tidak ada lagi dalam kamus dirinya rasa ingin balasan dari mahluk ciptaan-Nya. Manusia saat ini banyak terjebak pada pamrih. Mengharapkan Pembalasan dari manusia seperti “like-comment-subscribe-share” hingga mengejar viral. Semua dilakukan untuk mendapatkan materi. Padahal, itu merupakan jebakan untuk menghancurkan dirinya sendiri.

Tebih ajrih jauh dari rasa takut, tak takut apa pun yang terjadi di kehidupannya ke depan, tidak takut tidak terkenal, tidak takut namanya hancur, tidak ada lagi kepedulian atas tanggapan orang lain terhadap dirinya, dia hanya mengenal Allah yang menciptakannya dan selalu butuh untuk dekat dan baik di hadapan Allah. Ikhlas kepada-Nya.

“Bila sudah mengenal Allah, dia tak takut apa pun, karena ia percaya Allah akan memberikan yang terbaik kepadanya.”

Langgeng: Kekal
Jika sudah masuk ke dalam dimensi ini, akan selamanya abadi. Al-quran menyebutnya: “kholidina fiha abada (kekal di dalamnya dan abadi).

Tanpo Susah Tanpo Seneng: Tanpa Susah Tanpa Senang
Tidak ada lagi rumus susah, sudah lupa apa makna atau rasa menderita, tidak tahu bagaimana susah. Susah bukan berarti tidak menghantuinya lagi, namun sudah benar-benar tidak terbayangkan lagi. Bagaimana merasakan susah jika kita sudah mengembalikan diri (tawakal)  kepada Allah atas semua ridho-Nya.

Tanpo seneng, adalah takaran kebahagiaan sudah tidak ada lagi. Karena sebelumya kebahagian dicari ke manamana-mana ke berbagai dimensi, dia sudah memasuki dimensi maha bahagia bersama yang menciptakan bahagia. Jadi hilanglah bahagia yang ditakar oleh manusia pada umumnya, dia tak akan merasa bahagia walaupun dalam kondisi  bahagia. Karena dia sudah di dalam bersama maha bahagia.

Anteng Mantheng: Diam Sungguh-sungguh
Kekal di dalamnya abadi mengenal nafsu,  nafsu muthmainnah yang Allah panggil ke dekatnya. Setelah mengalahkan nafsu al-Ammarah dan al-Lawwamah, nafsunya sudah tenang stabil anteng-manteng. Dirinya tak dikendalikan oleh setan dan nafsu hewan. Dia mampu mengendarai dirinya “everyone is ride”, mampu mengendalikan hawa nafsunya sebab sudah mengenal dirinya.

Ya ayyuhan nafsul muthmainnah, irji’i ila rabbiki radhiyatam mardhiyyah
(wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati puas lagi diridhai-Nya)” (surat Al-Fajr: 27-28). 

Sugeng Jeneng: Selamat Sentosa
Boten gingsir 1000 warso, dalam naskah kidung Wahyu Kolosebo artinya tak akan lengser 1000 tahun lamanya. Sugeng jeneng tak akan pernah mati walau raganya mati. Karyanya tetap tersimpan di langit ketinggian yang mungkin akan dipetik oleh orang-orang yang mampu menyelami dalamnya, dan terbang ke tingginya dimensi itu. Bukti nyatanya, karya Raden Mas Panji Sosrokartono masih kita selami sampai saat ini. Namanya harum sepanjang masa.

Heru Anwari
Central Station Sydney, Australia, 28/12/22.